Nama: Musa bin Imran
Garis Keturunan:
Adam as ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qainan ⇒ Mahlail ⇒ Yarid ⇒ Idris as ⇒ Mutawasylah ⇒ Lamak ⇒ Nuh as ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyadz ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra'u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Azar ⇒ Ibrahim as ⇒ Ishaq as ⇒ Ya'qub as ⇒ Lawi ⇒ Azar ⇒ Qahats ⇒ Imran ⇒ Musa as
Usia: 120 tahun
Periode sejarah: 1527 - 1407 SM
Tempat diutus (lokasi): Sinai di Mesir
Jumlah keturunannya (anak): 2 anak (namanya Azir dan Jarsyun), dari istrinya yang bernama Shafura
Tempat wafat: Gunung Nebu (Bukit Nabu') di Jordania (sekarang)
Sebutan kaumnya: Bani Israil dan Fir'aun (gelar raja Mesir)
Musa (Mose, Musse, Moses) adalah
seorang nabi yang menerima Kitab Taurat. Nama Musa diberi keluarga
Firaun, "Mu" berarti air dan "sa" adalah tempat penemuannya di tepi
sungai Nil. Musa mendapat julukan Kalimullah yang artinya orang yang
diajak bicara oleh Allah.
Pada masa Nabi Yusuf, sekelompok
bani Israil telah menetap di daerah Mesir setelah bermigrasi dari
negeri Kan'an. Mereka adalah pemeluk agama tauhid yang berpegang teguh
pada agama Nabi Ibrahim, berbeda dengan para fir'aun yang menyembah
patung dan berhala. Seiring kemajuan zaman, petumbuhan bani Israil pun
berkembang pesat.
Para fir'aun khawatir jika
mereka mencampuri urusan politik dan agama kehidupan masyarakat Mesir.
Akhirnya, mereka menyiksa bani Israil dengan siksaan yang pedih. Hal ini
terekam dalam firman Allah, "(ingatlah)
ketika Kami selamatkan kamu dari (Firaun) dan pengikut-pengikutnya;
mereka menimpakan kepadamu siksaan yang seberat-beratnya. Mereka
menyembelih anak-anakmu yang laki-laki dan membiarkan hidup anak-anakmu
yang perempuan. Dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang
besar dari Rabbmu," (QS. Al-Baqarah [2]: 49).
Ditengah kesulitan yang dialami
bani Israil, Allah berkehendak atas kelahiran Musa. Sang ibu pun
menyembunyikan kelahirannya, sebagaimana firman Allah, "Dan
kami ilhamkan kepada ibu Musa; "Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir
terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu
khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami
akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari
para rasul," (QS. Al-Qashash [28]: 7).
Janji Allah untuk untuk menjaga
bayi ini pun terbukti. Fir'aun memperbolehkan istrinya mencari seorang
ibu yang mau menyusui bayi tersebut. Dia pun menemukan ibu Musa dan
menyuruhnya agar menyusui sang bayi.
Musa dibesarkan di lingkungan
istana Fir'aun, di tangan para dukun dan pemuka-pemuka agama mereka.
Ketika dewasa, Allah memberinya ilmu dan hikmah. Pada suatu hari, ada
orang Mesir yang mengejek dan memaksa seseorang bani Israil melakukan
suatu pekerjaan untuknya. Orang bani Israil itu lantas meminta
pertolongan Nabi Musa. Dia pun menolongnya dan memukul orang Mesir itu,
dan tanpa sengaja orang itu mati.
Pada hari berikutnya, orang bani
Israil kembali berkelahi dengan orang Mesir yang lain. Orang bani
Israil itu lantas meminta pertolongan lagi kepada Nabi Musa. Akan tetapi
Nabi Musa malah membentak dan memarahi orang Israil itu karena
seringnya dia berbuat buruk. Orang Israil itu mengira Musa akan
membunuhnya. Dia pun segera bertanya, "Apakah engkau ingin membunuhku seperti orang Mesir kemarin?"
Mendengar cerita pembunuhan itu,
orang Mesir tersebut segera menemui kaumnya dan menceritakan apa yang
terjadi. Fir'aun pun segera mengirim pasukan mencari Musa untuk
mempertanggungjawabkan perbuatannya. Namun, salah seorang yang
menyayangi Musa segera memberi tahunya setelah mendengar sesuatu yang
terjadi di istana Fir'aun. Dia menyuruh Musa pergi meninggalkan bahaya
ancaman Fir'aun. Musa pun pergi meninggalkan Mesir menuju Madyan, daerah
di bagian barat laut Jazirah Arab.
Di Madyan, Musa tinggal di rumah
orang tua yang beriman, yaitu Nabi Syuaib. Setelah orang tua itu (Nabi
Syuaib) melihat keluhuran akhlak dan tanggung jawab Musa yang sangat
tinggi, dia lalu menikahkan Musa dengan salah satu putri beliau. Musa
kemudian ingin kembali ke mesir setelah beberapa lama tinggal di Madyan.
Ketika sampai di Bukit Tursina,
Musa tersesat. Tibalah waktu malam saat Allah hendak memberikan tugas
kenabian dan wahyu kepadanya. Pada saat itu, malam terasa dingin dan
Musa melihat cahaya api dari kejauhan. Dia lantas menyuruh keluarganya
agar tidak meninggalkan tempat mereka karena dia ingin pergi mencari
sedikit api untuk penerangan. Tatkala dia sampai ke tempat api tersebut,
Allah berfirman kepadanya, "Sungguh,
Aku ini Allah, tidak ada ilah selain Aku, maka sembahlah Aku dan
dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku," (QS. Thaha [20]: 14).
Hal itu kemudian menjadi tanda
awal kenabian Musa sebagai Kalimullah. Permintaan Musa pun dikabulkan
dan Allah mengutus pula saudaranya, Harun sebagai pendampingnya.
Allah memerintahkan mereka
berdua (Musa dan Harun) agar bertutur lemah lembut saat memperingatkan
Fir'aun. Selain itu, mereka juga diperintahkan untuk mengatakan kepada
Fir'aun, "Kami adalah utusan Rabb alam
semesta kepadamu. Lepaskanlah bani Israil dan jangan siksa mereka.
Keselamatan bagi siapa saja yang mengikuti petunjuk."
Pada saat itulah kesombongan menguasai Fir'aun hingga dia berkata kepada Musa, "Bukanlah kami yang mengasuhmu sewaktu kecil?"
Dia pun menyebutkan berbagai kebaikannya terhadap Musa, bahkan mulai
mengejek dan menuduh Nabi Musa dan Nabi Harun melakukan sihir. Fir'aun
lalu memerintahkan tukang sihirnya untuk menghadapi mereka berdua. Ahli
sihir Fir'aun pun berdatangan dan melemparkan tali-tali mereka dan
menyihirnya menjadi ular untuk menandingi Musa. Nabi Musa lantas
melemparkan tongkatnya yang kemudian berubah menjadi ular dan menelan
ular-ular mereka atas pertolongan Allah.
Melihat mukjizat itu, para ahli
sihir Fir'aun pun mengimani Musa dan syariat Allah yang dia bawa. Mereka
juga tidak memedulikan berbagai ancaman Fir'aun. Mereka semua berkata
seperti yang diabadikan al-Qur'an, "Sesungguhnya
kami telah beriman kepada Tuhan kami, agar Dia mengampuni
kesalahan-kesalahan kami dan sihir yang telah kamu paksakan kepada kami
melakukannya. Dan Allah lebih baik (pahala-Nya) dan lebih kekal
(adzab-Nya)," (QS. Thaha [20]: 73).
Fir'aun lalu berencana membunuh
Musa dan Harun serta semakin keras menyiksa bani Israil. Nabi Musa
memerintahkan mereka untuk menguatkan jiwa dan bersabar. Dia kemudian
berdoa kepada Allah agar menurunkan adzab yang pedih kepada Fir'aun dan
kaumnya. Allah berfirman,"Maka Kami
kirimkan kepada mereka taufan, belalang, kutu, katak dan darah (air
minum berubah menjadi darah) sebagai bukti yang jelas, tetapi mereka
tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa. )," (QS.
Al-A'raf [7]: 133).
Ketika Fir'aun dan kaumnya sudah
tidak berdaya dengan adzab dengan adzab yang menimpa mereka, dia pun
meminta kepada Musa agar berdoa kepada Allah untuk menghentikan siksaan
itu. Fir'aun kemudian berjanji tidak akan lagi menyiksa bani Israil.
Nabi Musa lantas memohon kepada Allah agar menghentikan siksaan itu dan
Allah pun mengakhirinya. Namun, Fir'aun ingkar janji, dan dia kembali
menyiksa bani Israil untuk kedua kalinya.
Sementara itu, bani Israil
berkumpul dan meminta kepada Nabi Musa dan Nabi Harun agar dia membawa
mereka keluar dari Mesir. Nabi Musa dan Nabi Harun pun membawa kaumnya
dan berangkat ke arah negeri Kan'an melewati Sinai. Fir'aun beserta bala
tentaranya mengejar mereka. Namun, Nabi Musa dan Nabi Harun beserta
kaumnya dapat menyeberangi laut dengan mukjizat yang telah Allah berikan
kepada Musa. Fir'aun dan pasukannya juga ikut menyeberang laut mengejar
mereka, tetapi Allah menenggelamkan Fir'aun beserta seluruh tentaranya.
Nabi Musa dan Nabi Harun serta
bani Israil tiba di padang pasir negeri Sinai. Setelah melihat banyak
perbedaan antara daerah itu dan negeri sungai Nil yang subur (Mesir),
mereka mengajukan berbagai permintaan kepada Nabi Musa. Nabi Musa telah
menerima Taurat. Di dalamnya terdapat beragam syariat samawiyah. Kaumnya
mulai menyeleweng, terlebih setelah Nabi Musa pergi untuk menerima
lembaran wahyu. As-Samiri telah mempengaruhi bani Israil untuk menyembah
anak sapi sehingga mereka meminta kepada Musa agar dibuatkan patung
untuk disembah.
Nabi Musa lantas marah dan
mengecam permintaan mereka. Dia ingin menjadikan sebuah pusat
pemerintahan untuk kaumnya. Dia kemudian pergi menuju kota Ariha
(Jericho), tetapi kaumnya tidak mau dan berkata seperti termaktub dalam
al-Qur'an, "Mereka berkata, 'wahai Musa,
sampai kapanpun kami tidak akan memasuki, selagi mereka ada di dalamnya,
karena itu, pergilah engkau bersama Rabbmu, dan berperanglah kalian
berdua, biarlah kami tetap (menanti) di sini saja,' " (QS. Al-Ma'idah
[5]: 24).
Di saat mereka menolak untuk
masuk negeri yang disucikan itu, Allah membalasnya dengan adzab. Mereka
pun tersesat di lembah Tih selama 40 tahun. Beberapa tahun setelah itu,
Nabi Harun wafat lalu disusul Nabi Musa. Setelah Nabi Musa wafat, bani
Israil baru merasakan buruk dan bodohnya perbuatan serta tingkah laku
mereka kepada Nabi Musa. Karena itu, mereka mengangkat Yusya' bin Nun
sebagai Raja. Dialah yang kemudian membawa mereka menyeberangi sungai
Jordan (asy-Syari'ah) menuju kota Ariha dan tinggal di sana.
Prof. Afifuddin Thabbarah
menyebutkan bahwa Mineptah bin Ramses II menggantikan kepemimpinan
ayahnya. Dialah Fir'aun yang kepadanya Musa diutus Allah untuk
mengeluarkan bani Israil dari Mesir. Dia pula yang mengejar Musa ke laut
hingga dia tenggelam bersama pasukannya. Jasadnya masih utuh hingga
saat ini. Allah berfirman, "Maka pada hari
ini Kami selamatkan jasadmu agar kamu dapat menjadi pelajaran bagi
orang-orang yang datang setelahmu," (QS. Yunus [10]: 92).
Mayatnya ditemukan pada
galian-galian di makam Amenhotep II. Saat ini, jasadnya berada di museum
Mesir. Penulis berhenti sejenak untuk melihat jasadnya dan memohon
kepada Allah agar terhindar dari akhir kehidupan yang buruk. Pantas
disebutkan bahwa peninggalan makam Mineptah tidak dipersiapkan layaknya
pemakaman untuk raja seperti dia. Sebab, kematiannya tidak diperkirakan
hingga tidak disediakn kuburan khusus.
Piramid
Para fir'aun Mesir meyakini
kekekalan jiwa dan kehidupan kedua setelah kematian. Karena itu, mereka
sangat memerhatikan pembangunan makam dengan beragam bentuk. Contohnya,
mashtabah (makam yang digali berbentuk kursi teras dari batu); bangunan
bertangga seperti Piramida Saqqarah, makam berbentuk seperti Piramida di
Giza.
Piramida selalu terdiri dari
beberapa lorong dan ruangan yang tidak berjendela. Di salah satu ruangan
rahasianya terdapat makam Fir'aun. Selain itu, ada juga pemakaman yang
dipahat di batu. Bagian pertama piramida berbentuk ruang bawah tanah
dengan banyak tikungan, turunan, dan tangga lalu bercabang ke berbagai
tempat. Pada salah satu ruangan, secara rahasia diletakkan jasad.
Setelah para arkeolog mengungkap berbagai penemuan yang terus
berkembang, mereka telah mampu menemukan semakin banyak mumi berbalsem.
Namun, ilmu modern masih kesulitan untuk memecahkan rahasia ilmiahnya.
Nabi Musa dan Nabi Harun diutus
Allah untuk memimpin kaum Israel ke jalan yang benar. Beliau merupakan
anak Imran dan Yukabad binti Qahat, dan bersaudara dengan Nabi Harun,
dilahirkan di Mesir pada pemerintahan Ramses Akbar sang Firaun.
Pada masa kelahiran Musa, Firaun
membuat peraturan untuk membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir.
Tindakan itu diambil karena dia sudah terpengaruh oleh paranormal
kerajaan yang menafsirkan mimpinya. Firaun bermimpi Mesir terbakar dan
penduduknya mati, kecuali kaum Israel, sedangkan paranormalnya
mengatakan kekuasaan Fir'aun akan jatuh ke tangan seorang laki-laki dari
bangsa Israel. Karena cemas, dia memerintahkan setiap rumah digeledah
dan jika menemukan bayi laki-laki, maka bayi itu harus dibunuh.
Yukabad melahirkan seorang bayi
laki-laki (Musa), dan kelahiran itu dirahasiakan. Karena risau dengan
keselamatan Musa, akhirnya Musa dihanyutkan ke Sungai Nil ketika berusia
3 bulan. Kemudian Musa ditemukan oleh Asiyah istri Firaun, yang sedang
mandi dan kemudian membawanya ke istana. Melihat istrinya membawa
seorang bayi laki-laki, Firaun ingin membunuh Musa. Istrinyapun berkata:
"Jangan membunuh anak ini karena aku
menyayanginya. Lebih baik kita mengasuhnya seperti anak kita sendiri
karena aku tidak mempunyai anak." Dengan kata-kata dari istrinya tersebut, Firaun tidak sampai hati untuk membunuh Musa.
Kemudian istri Firaun mencari
pengasuh, tetapi tidak seorang pun yang dapat menyusui Musa dengan baik,
dia menangis dan tidak mau disusui. Selepas itu, ibunya sendiri
mengajukan diri untuk mengasuh dan membesarkannya di istana Firaun.
Diceritakan dalam Al-Quran: "Maka Kami
kembalikan Musa kepada ibunya supaya senang hatinya dan tidak berduka
cita dan supaya dia mengetahui janji Allah itu benar, tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahuinya."
Pada suatu hari, Firaun memangku
Musa yang masih kanak-kanak, tetapi tiba-tiba janggutnya ditarik Musa
hingga dia kesakitan, lalu berkata: "Wahai istriku, mungkin anak inilah
yang akan menjatuhkan kekuasaanku." Istrinya berkata: "Sabarlah, dia masih anak-anak, belum berakal dan belum mengetahui apa pun."
Sejak berusia tiga bulan hingga dewasa Musa tinggal di istana itu
sehingga orang memanggilnya Musa bin Firaun. Nama Musa sendiri diberi
keluarga Firaun. "Mu" berarti air dan "sa" adalah tempat penemuannya di
tepi sungai Nil.
Musa mendapat julukan Kalimullah
yang artinya orang yang diajak bicara oleh Allah. Bahkan tidak jarang
dia berdialog dengan Allah, dialog antara seorang hamba yang sangat
dekat dengan Sang Kekasih Yang Maha Pengasih. Namun, melihat julukan
yang diberikan oleh Allah pada diri Musa, tampaknya Musa memang
satu-satunya Nabi yang memperoleh keistimewaan itu.
Pada satu peristiwa Musa
meninjau sekitar kota dan kemudian beliau melihat dua laki-laki sedang
berkelahi, yang seorang dari kalangan Bani Israel bernama Samiri dan
seorang lagi bangsa Mesir, bernama Fatun. Melihat perkelahian itu, Musa
mau melerai mereka, tetapi ditepis Fatun. Tanpa sengaja Musa lalu
mengayunkan satu batu ke atas Fatun, dan Fatun tersungkur kemudian
meninggal dunia.
Ketika laki-laki itu meninggal dunia karena tindakannya, Musa memohon ampun kepada Allah seperti dinyatakan dalam al-Quran:
"Musa berdoa: Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiayai diriku
sendiri karena itu ampunilah aku. Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya
Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Tetapi, tidak lama kemudian
orang banyak mengetahui kematian Fatun disebabkan Musa dan berita itu
disampaikan kepada pemimpin kanan Firaun. Akhirnya mereka akan menangkap
Musa. Karena terdesak, Musa mengambil keputusan keluar dari Mesir.
Beliau berjalan tanpa arah dan tujuan, akhirnya, beliau sampai di kota
Madyan, yaitu kota Nabi Syu'aib di timur Semenanjung Sinai dan Teluk
Aqabah di selatan Palestina.
Musa tinggal di rumah Nabi
Syu’aib beberapa lama, kemudian menikah dengan anak gadisnya bernama
Shafura. Selepas menjalani kehidupan suami istri di Madyan, Musa meminta
izin Syu’aib untuk pulang ke Mesir. Dalam perjalanan itu, akhirnya Musa
dan isterinya tiba di Bukit Sinai. Dari jauh, beliau melihat api, lalu
terpikir ingin mendapatkannya untuk dijadikan obor penerang jalan. Musa
meninggalkan istrinya sebentar untuk mendapatkan api itu. Sampai di
tempat api menyala itu, beliau menemukan api menyala pada sebatang
pohon, tetapi tidak membakar pohon tersebut. Ini membingungkannya dan
ketika itu beliau mendengar suara wahyu daripada Tuhan: "....Wahai Musa sesungguhnya Aku Allah, yaitu Tuhan semesta alam."
Kemudian Allah berfirman lagi:
"Dan lemparkan tongkatmu, kemudian tongkat itu menjadi ular, Musa
mundur tanpa menoleh. Wahai Musa datanglah kepada-Ku, janganlah kamu
takut, sungguh kamu termasuk orang yang aman." Tongkat menjadi ular dan tangan putih berseri-seri itu adalah dua mukjizat yang dikurniakan Allah kepada Musa.
Firaun cukup marah mengetahui
kepulangan Musa yang mau membawa ajaran lain, sehingga Firaun memanggil
semua ahli sihir untuk mengalahkan dua mukjizat Musa. Ahli sihir Firaun
masing-masing mengeluarkan keajaiban, ada antara mereka melempar tali
lalu menjadi ular. Namun, semua ular yang dibawa ahli sihir itu ditelan
ular besar yang berasal dari tongkat Musa.
Firman Allah: "Dan
lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu, pasti ia akan menelan apa
yang mereka buat. Sesungguhnya apa yang mereka buat itu hanya tipu daya
tukang sihir dan tidak akan menang tukang sihir itu dari mana saja ia
datang."
Semua keajaiban ahli sihir itu
dihancurkan Musa menggunakan dua mukjizat tersebut. Hal ini menyebabkan
sebagian pengikut Firaun, termasuk istrinya mengikuti ajaran yang dibawa
Musa. Hal ini membuat Firaun marah, sehingga menghukum mereka semua.
Nabi
Musa bersama orang beriman terpaksa melarikan diri sehingga mereka
sampai di Laut Merah. Namun, Firaun dan tentaranya yang sudah marah,
mengejar mereka dari belakang, akhirnya Firaun dan pengukitnya
(tentaranya) mati tenggelam di dasar Laut Merah.
Al-Quran menceritakan:
"Dan ingatlah ketika Kami belah laut untukmu, lalu Kami selamatkan kamu
dan Kami tenggelamkan Firaun dan pengikutnya sedang kamu sendiri
menyaksikan."
Selepas keluar dari Mesir, Nabi
Musa bersama sebagian pengikutnya dari kalangan Bani Israel menuju ke
Bukit Sina untuk mendapatkan kitab Allah. Namun, sebelum itu Musa
disyaratkan berpuasa. Sewaktu bermunajat, Musa berkata: "Ya
Tuhanku, nampakkanlah zat-Mu kepadaku supaya aku dapat melihatMu."
Allah berfirman: "Engkau tidak akan sanggup melihatKu, tetapi coba lihat
bukit itu. Jika ia tetap berdiri tegak di tempatnya seperti sediakala,
maka niscaya engkau dapat melihatku." Musa terus memandang ke arah bukit
yang dimaksudkan itu dan dengan tiba-tiba bukit itu hancur. Musa
terperanjat dan gementar seluruh tubuhnya lalu pingsan.
Ketika sadar, Musa terus bertasbih dan memuji Allah, sambil berkata: "Maha besarlah Engkau ya Tuhan, ampuni aku dan terimalah taubatku dan aku akan menjadi orang pertama beriman kepadaMu." Sewaktu
bermunajat, Allah menurunkan kepadanya kitab Taurat. Menurut ahli
tafsir, kitab itu berbentuk kepingan batu atau kayu, namun padanya
terperinci segala panduan ke jalan yang diredhai Allah.
Sebelum Musa pergi ke bukit itu,
beliau berjanji kepada kaumnya tidak akan meninggalkan mereka lebih
dari 30 hari. Tetapi Nabi Musa tertunda 10 hari, karena terpaksa
mencukupkan 40 hari puasa. Bani Israel kecewa karena Musa tidak segera
kembali kepada mereka. Ketiadaan Musa membuat mereka seolah-olah dalam
kegelapan dan ada antara mereka berpikir keterlaluan dengan menyangka
beliau tidak akan kembali lagi. Dalam keadaan tidak menentu itu, seorang
ahli sihir dari kalangan mereka bernama Samiri mengambil kesempatan
menyebarkan perbuatan syirik. Dia juga mengatakan Musa tersesat dalam
mencari tuhan dan tidak akan kembali. Ketika itu juga, Samiri membuat
sapi betina dari emas. Dia memasukkan segumpal tanah, dan patung itu
dijadikan Samiri bersuara. Kemudian Samiri berseru: "Wahai
kawan-kawanku, rupanya Musa sudah tidak ada lagi dan tidak ada gunanya
kita menyembah Tuhan Musa itu. Sekarang, mari kita sembah anak sapi yang
terbuat dari emas ini. Ia dapat bersuara dan inilah tuhan kita yang
patut disembah."
Selepas itu, Musa kembali dan melihat kaumnya menyembah patung anak sapi. Beliau marah dengan tindakan Samiri. Firman Allah: "Kemudian
Musa kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati. Berkata
Musa: wahai kaumku, bukankah Tuhanmu menjanjikan kepada kamu suatu janji
yang baik. Apakah sudah lama masa berlalu itu bagimu atau kamu
menghendaki supaya kemurkaan Tuhanmu menimpamu, karena itu kamu
melanggar perjanjianmu dengan aku."
Musa bertanya kepada Samiri, seperti diceritakan dalam al-Quran: "Berkata
Musa; apakah yang mendorongmu berbuat demikian Samiri, Samiri menjawab:
Aku mengetahui sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya, maka aku ambil
segenggam tanah (bekas tapak Jibril) lalu aku masukkan dalam patung anak
sapi itu. Demikianlah aku menuruti dorongan nafsuku."
Kemudian Musa berkata:
"Pergilah kamu dan pengikutmu dariku, patung anak sapi itu akan aku
bakar dan lemparkannya ke laut, sesungguhnya engkau akan mendapat
siksa."
Ditengah-tengah kutbah Musa
dihadapan Bani Israil, ada salah seorang yang bertanya kepada Musa,
dengan pertanyaannya, apakah ada manusia yang paling pandai saat ini.
Musa hanya menjawab dialah orang yang pandai dimuka bumi ini. Dengan
pernyataan Musa inilah Allah Maha Mendengar siapa yang berkata baik
dengan diucapkan maupun tidak. Allah langsung menegur Musa dengan
firmanNya," Wahai Musa, Aku mempunyai hamba yang lebih pandai dari kamu"
Setelah Musa mendapat teguran Allah, dia sangat terkejut dan dengan
tunduk berkata," Dimanakah kami dapat bertemu hambaMu yang lebih pandai
dari aku". Kemudian Allah menjawab," Hamba-Ku bisa ditemui disuatu
tempat yang disebut Majma Al Bahrain". Dari sinilah awal pencarian Musa
untuk bertemu hamba Allah yang lebih pandai darinya yang kita kenal
dengan Nabi Khidir.