Nama: Nuh
Garis Keturunan:
Adam as ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qainan ⇒ Mahlail ⇒ Yarid ⇒ Idris as ⇒ Mutawasylah ⇒ Lamak ⇒ Nuh as
Usia: 950 tahun
Periode sejarah: 3993 - 3043 SM
Tempat diutus (lokasi): Selatan Irak
Jumlah keturunannya (anak): 4 putra
Tempat wafat: Mekah al-Mukarramah
Sebutan kaumnya: Kaum Nuh
Allah berfirman, "Manusia
itu (dahulunya) satu umat. Lalu Allah mengutus para nabi (untuk)
menyampaikan kabar gembira dan peringatan, Dan dia turunkan bersama
mereka kitab yang mengandung kebenaran untuk memberi keputusan diantara
manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan, (QS. Al-Baqarah [2]:
213).
Ibnu Abbas meriwayatkan tentang penafsiran ayat ini. Dia berkata, "Jarak
waktu antara Nabi Nuh dan Nabi Adam adalah sepuluh abad. Mereka semua
membawa syariat dari Allah lalu berpecah belah. Allah lantas mengutus
para nabi sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan," Namun,
setelah setan menggoda kaum Nuh untuk menyembah selain Allah, maka
meluaslah perilaku syirik dan penyembahan berhala di kalangan anak
manusia. Allah berfirman, "Mereka berkata,
"Jangan sekali-kali kalian meninggalkan (penyembahan ) tuhan-tuhan
kalian dan jangan pula sekali-kali kalian meninggalkan (penyembahan)
Wadd, dan jangan pula Suwa, Yaghuts, Ya'uq, dan Nasr,'"(QS. Nuh
[71]:23).
Nabi Nuh dibesarkan di
daerah Irak, di kalangan masyarakat yang kufur dan sesat. Allah kemudian
mengutus Nuh dengan risalahnya guna mengeluarkan mereka dari lumpur
kesesatan dan kegelapan pemikiran menuju jalan petunjuk dan cahaya yang
terang. Beliau adalah rasul pertama yang diutus di bumi seperti yang
disebutkan di dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim tentang hadits
syafaat dari Nabi Muhammad.
Kesesatan kaum Nabi Nuh
merupakan kesesatan Akidah pertama yang terjadi di muka bumi.
Penyebabnya adalah seperti yang telah disebutkan Ibnu ath-Thabari,
"Pada mulanya kaum yang berada antara Nabi Adam dan Nabi Nuh adalah
orang yang saleh. Mereka juga memiliki pengikut patuh. Namun, ketika
para nabi dan orang-orang saleh meninggal, para pengikut tersebut
berkata, 'Jika kita membuat gambar mereka, tentunya kita akan lebih
gemar beribadah karena mengingat mereka.' Akhirnya, mereka membuat
gambar para nabi dan orang-orang saleh tersebut".
Setelah pembuat gambar itu mati,
datanglah kelompok lain yang telah dirasuki iblis seraya berkata,
'Mereka menyembah orang-orang saleh tersebut dan minta diturunkan
hujan.'Lantas, setiap orang menyembah masing-masing berhala dan
menjadikannya sembahan khusus. Setelah beberapa kurun, untuk lebih
meyakinkan lagi, mereka pun menjadikan gambar-gambar tersebut sebagai
patung-patung berjasad untuk disembah.
Kemudian mereka menyembahnya
dengan beragam cara penyembahan. Hal seperti inilah yang kemudian
tersebar pada banyak zaman ketika sejumlah pengikut seorang alim
menggambar mereka. Mereka hanya akan merasa khusyu' jika menggambar sang
guru dan meletakkan di hadapannya. Bahkan, mungkin saja setelah sang
guru meninggal, mereka membuat patungnya dan meletakkan di hadapan
mereka. Inilah awal dari bentuk penyembahan berhala dan patung.
Nabi Nuh telah menyeru umatnya ke jalan Allah selama 950 tahun. Allah berfirman, "Sesungguhnya,
Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka dia tinggal bersama mereka
selama seribu tahun kurang lima puluh tahun," (QS. Al-'ankabut[29]:14
).
Beliau telah berdakwah siang dan
malam secara sembunyi-sembunyi dan terang-terangan; berdakwah tanpa
merasa bosan dan penat, menghadapi tulinya telinga dan kerasnya hati
mereka. Hanya sedikit sekali yang beriman, sebagian besar lainnya tetap
ingkar. Allah lalu mewahyukan kepada beliau, "Diwahyukan
kepada Nuh, 'Ketahuilah, tidak akan beriman di antara kaummu, kecuali
orang yang benar-benar beriman (saja), karena itu janganlah engkau
bersedih hati tentang apa yang mereka perbuat," (QS. Hud [11]: 36).
Pada saat itulah, Nabi Nuh kemudian berdoa kepada Allah sabagaimana terekan dalam firman-Nya, "Nuh
berkata, 'Ya Rabb, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara
orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi," (QS. Nuh [71]: 26).
Allah lantas memerintahkan Nuh untuk membuat kapal guna menyelamatkan diri dan kaumnya yang beriman dari banjir dahsyat,
"Mulailah dia (Nuh) membuat kapal. Setiap kali pemimpin kaumnya
berjalan melewatinya, mereka mengejeknya. Dia (Nuh) berkata, 'Jika
kalian mengejek kami, maka kami (pun) akan mengejek kalian sebagaimana
kalian mengejek (kami). Maka kelak kalian akan mengetahui siapa yang
akan ditimpa adzhab yang menghinakan dan (siapa) yang akan ditimpa
adzhab yang kekal. 'Hingga apabila perintah Kami datang dan tanur
(dapur) telah memancarkan air, Kami berfirman, 'Muatkanlah ke dalamnya
(kapal itu) dari masing-masing (hewan) sepasang (jantan dan betina), dan
(juga) keluargamu, kecuali orang yang telah terkena ketetapan terdahulu
dan (muatkan pula) orang yang beriman. 'Ternyata orang-orang beriman
yang bersama Nuh hanya sedikit. Dan dia berkata, 'Naiklah kalian semua
ke dalamnya (kapal) dengan (menyebut) nama Allah pada waktu berlayar dan
berlabuhnya. Sesungguhnya Rabbku Maha Pengampun, Maha Penyayang. Dan
kapal itu berlayar membawa mereka ke dalam gelombang laksana
gunung-gunung. Dan Nuh memanggil anaknya, ketika dia (anak itu) berada
di tempat yang jauh terpencil, 'Wahai anakku, naiklah (ke kapal) bersama
kami dan janganlah engkau bersama orang-orang kafir. 'Dia (anaknya)
menjawab, 'Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat
menghindarkan aku dari air bah! '(Nuh) berkata, 'Tidak ada yang
melindungi dari siksaan Allah pada hari ini selain Allah Yang Maha
Penyayang.' Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka dia
(anak itu) termasuk orang yang ditenggelamkan. Dan difirmankan, 'Wahai
bumi, telanlah airmu dan wahai langit (hujan) berhentilah,' Dan air pun
disurutkan, dan perintah pun diselesaikan, dan kapal itu pun berlabuh di
atas gunung Judi, dan dikatakan, 'Binasalah orang-orang zhalim," (QS.
Hud [11]: 38-44).
Demikianlah, badai topan menimpa
kaum Nuh yang ingkar, sombong, dan berbuat kerusakan di muka bumi.
Allah menyelamatkan Nabi Nuh dan pengikutnya yang beriman saat kapal
mereka berlabuh di atas Bukit Judi, di sebuah tempat yang dikenal dengan
nama JaziraI Ibnu Umar. Saat ini, tempat tersebut merupakan bagian
timur Turki (Gunung Arafat).
Penumpang kapal pun keluar dan
menetap di sana untuk pertama kalinya setelah perpindahan baru ini,
Prof. Mahmud Syakir mengungkapkan, "demikianlah terjadinya perpindahan
tempat tinggal penduduk bumi untuk kedua kalinya dari selatan ar-Rafidin
(Mesopotamia) ke berbagai daerah pegunungan di utara. Pertambahan
penduduk pun terjadi untuk kedua kalinya di berbagai tempat". Dengan
begitu, keturunan nabi Nuh dari anak-anaknya yang telah ikut serta dalam
kapal semakin bertambah.
Sam dan keturunannya berangkat
menuju barat daya ke arah jazirah Arab dan berpencar di sana. Ham dan
keturunannya berangkat menuju selatan dan menetap di bagian selatan Irak
setelah bumi kering dan mulai tampak subur kembali. Sebagian yang lain
mengikuti langkah tersebut dan ada pula yang berpencar menuju tenggara
ke arah India.
Sementara itu, yang lainnya
menuju barat daya melewati Selat Bal el-Mandeb ke arah Afrika. Dari sana
mereka menuju utara dan berbagai tempat lainnya. Yafits, anak Nabi Nuh
yang ketiga berangkat bersama keturunannya ke arah timur dan ada juga
yang menuju ke arah barat.
Kisah Banjir Dahsyat dalam Literatur Klasik dan Modern
Banjir dahsyat yang menimpa kaum
Nabi Nuh merupakan hasil dari kekufuran mereka kepada Allah. Peristiwa
ini merupakan peristiwa terdahsyat yang terjadi sepanjang sejarah dan
peristiwa paling membekas dalam jiwa manusia. Allah berfirman, "(Telah
kami binasakan) kaum Nuh ketika mereka mendustakan para rasul. Kami
tenggelamkan mereka dan Kami jadikan (cerita) mereka pelajaran bagi
manusia. Dan kami telah sediakan bagi orang-orang zhalim adzhab yang
sedih," (QS. Al-Furqan [25]: 37).
Dari sini, kita mengetahui bahwa
peristiwa banjir dahsyat itu disebut dalam wahyu Allah secara rinci
yang sudah pasti kebenarannya. Kejadian tersebut bahkan terus dikisahkan
melalui khazanah peradaban mereka dari tahun ke tahun. Bangsa Sumeria
merupakan pemilik tongkat estafet pertama dalam mencatat peristiwa
tersebut. Kemudian salinannya dilanjutkan oleh bangsa-bangsa Akadia,
Babylonia, dan Assyria.
Naskah asli peristiwa ini
berbahasa Sumeria. Dr. Ahmad Sausah, dalam bukunya, Tarikh wa Hadharah
Wadi ar-Rafidin menukis kembali ringkasan naskah tersebut sebagai
berikut.
"Para Dewalah yang telah
menjadikan banjir ini. Semua ini akibat dosa, kesalahan, dan rusaknya
perbuatan manusia. Para dewa pun segera menghapus keberadaan manusia
dari muka bumi ini dengan mengirimkan banjir yang amat dahsyat."
Disebutkan pula bahwa peristiwa tersebut terjadi di Irak Selatan pada ahir milenium ke 3 SM.
Penelitian terhadap bahtera Nabi
Nuh telah disebutkan di dalam majalah an-Nur al Islamiyyah seperti yang
diungkapkan Mahmud Mushtafa. Setelah 6 tahun meneliti, para ahli baru
berhasil menemukan bahtera Nabi Nuh yang disebutkan dalam al-Qur'an,
tepatnya di daerah perbatasan Turki dan Iran. Hal ini sesuai dengan
pernyataan ketua tim penelitian tersebut. Pemerintah Turki-pun merasa
puas dengan hasil penelitian itu setelah bertahun-tahun para peneliti
mengalami penolakan yang keras. Pemerintah lantas menjadikan tempat
tersebut sebagai situs sejarah dalam bidang kepurbakalaan dan menyetujui
diadakan proses penggalian di sana pada tahun 1414 H.
Belum lama ini, di satu lokasi
yang dieksplorasi ditemukan kandungan material yang menyerupai perahu
tertimbun. Ukuran perahu tersebut lebih luas daripada perahu Queen Mary.
Panjangnya mencapai setengah perahu Queen Mary. Benda material ini
ditemukan di atas ketinggian 7000 kaki atau setara dengan 2.134 m. Hal
itu merupakan fenomena yang aneh bagi jenis kapal apapun. Panjang perahu
mencapai 515 kaki dan lebal 139 kaki. Ukuran ini serupa dengan ukuran
yang disebutkan dalam Pasal Keenam dari Kitab Kejadian bahwa itulah
ukuran yang diperintahkan Allah kepada Nabi Nuh. Nabi Nuh diperintahkan
untuk membuat perahu dengan panjang 300 hasta dan lebar 50 hasta,
sedangkan satu hasta setara dengan 45,7 cm.
Di sekitar lokasi ditemukannya
perahu tersebut, para ahli dari Amerika dan Timur Tengah menemukan batu
besar yang pada satu sisi masing-masing telah dilubangi. Diyakini bahwa
itu merupakan batu jangkar pada masa lampau untuk menjaga keseimbangan
kapal. Selain itu, tempat tersebut juga dilacak dengan menggunakan
radar. Hasilnya, didapati senyawa kimia yang tidak lazim ditemukan,
yaitu oksida besi.
Kepala
Departemen Ilmuwan Arkeologi di Universitas Attaturk Turki menyatakan
bahwa perahu tersebut telah berusia labih dari 100.000 tahun dan dibuat
oleh manusia. Tidak diragukan lagi bahwa itulah perahu Nabi Nuh.
Keturunan Nabi Nuh
Nabi Nuh memiliki empat putra
yaitu Yafit, Sam, Ham, dan Kan'an. Kan'anlah yang pergi ke puncak gunung
untuk berlindung dari banjir dan akhirnya tenggelam. Mengenai ketiga
putranya yang lain, Ibnu Katsir telah menyebutkan bahwa seluruh bani
Adam di bumi ini berasal dari ketiga anak Nabi Nuh yang tersisa yaitu
Sam, Ham, dan Yafits.
Imam Ahmad meriwayatkan bahwa
Rasulullah bersabda, "Sam adalah bapak orang Arab, Ham adalah bapak
orang Habsyi, dan Yafits adalah bapak orang Romawi." Imran bin Hushain
meriwayatkan dari Nabi sebuah hadits serupa dan di dalamnya terdapat
redaksi berikut "Yang dimaksud dengan Romawi di sini adalah Romawi
pertama yaitu bangsa Yunani yang dinasabkan kepada Rumi bin Labthi bin
Yunan bin Yafits bin Nuh, "(Ibnu Katsir, al-Bidayah wa an-Nihayah).
Di dalam kitab Nihayah al-Arab
fi Ma'rifah Ansab al-'Arab, al-Qalqasyandi menyebutkan bahwa para ahli
nasab (genealogis) dan para sejarawan telah sepakat, seluruh ras manusia
setelah Nabi Nuh, bukan berasal dari umat yang bersamanya di dalam
perahu. Hal ini sesuai dengan firman Allah, "(wahai) keturunan orang
yang kami bawa Nuh," (QS. Al-Isra' [17]: 3).
Sebab, mereka semua telah binasa
dan tidak tersisa lagi. Para ahli sepakat bahwa seluruh keturunan
manusia berasal dari ketiga anak Nabi Nuh, sesuai firman Allah, "Kami
jadikan anak cucunya orang-orang yang melanjutkan keturunan," (QS.
Ash-Shaffat [37]: 77).
Yafits adalah anak tertua, Sam
anak kedua, dan Ham anak Nabi Nuh yang paling muda. Seluruh umat di
dunia ini kembali kepada salah satu dari mereka bertiga, dengan berbagai
perbedaan pendapat dalam permasalahan ini.
* Turki berasal dari keturunan
Turk bin Kumar bin Yafits. Termasuk ke dalam ras mereka adalah bangsa
Qibjad, Tatar, dan Khazlakhiyah, bangsa al-Ghazz di negara as-Shafad,
al-Ghaur, al-'Alan, asy-Syarkas, al-Azkasy, dan Rusia; semuanya berasal
dari bangsa Turki.
* Al-Jaramiqah berasal dari keturunan Basil bin Asyur bin Sam bin Nuh. Mereka adalah penduduk Mosul.
* Al-Jail berasal dari keturunan Basil bin Asyur. Negeri mereka adalah Kailan di daerah timur.
* Ad-Dailam berasal berasal dari keturunan Madzai bin Yafits.
* Bangsa Suryani berasal dari keturunan Suryan bin Nabith bin Masy bin Adam bin Sam.
* Bangsa Sind berasal dari keturunan Kusy bin Ham.
* Bangsa az-Zanj/Negro berasal dari keturunan Zanj dan tidak diketahui lagi selanjutnya dan kemungkinan sampai ke Ham.
* Bangsa ash-Shaqalibah berasal dari keturunan asykanar bin Thugarma bin Yafits.
* Bangsa Cina berasal dari keturunan Shini bin Maghugh bin Yafits.
* Bangsa Ibrani berasal dari anak Amir bin Syalikh bin Arfakhsyadz bin Sam.
* Bangsa Persi berasal dari Anak Faris bin Lawud bin Sam.
* Bangsa Francs berasal dari anak Thubal bin Yafits.
* Bangsa Qibthi berasal dari keturunan Qibthim bin Mashr bin Baishar bin Ham.
* Bangsa Quth (Qoth) berasal dari anak Quth bin Ham.
* Bangsa Kurdi berasal darim keturunan Iran bin Asyur bin Sam.
* Bangsa Kan'an berasal dari anak Kan'an bin Ham.
*
Bangsa Lamman berasal dari anak Thubal bin Yafits. Tempat tinggal
mereka mulai dari wilayah barat hingga utara bagian utara laut Romawi .
* Bangsa Nabth (Anbath) berasal dari penduduk Babylon pada zaman kuno, keturunan Lanbith bin Asyur bin Sam.
* Bangsa India berasal dari keturunan Kusy bin Ham.
* Bangsa Armenia berasal dari anak Qahwil (Tamwil) bin Nakhur, keturunan Nabi Ibrahim.
* Bangsa Atsban berasal dari anak Masyah bin Yafits.
*
Bangsa Yunani berasal dari anak Yunan bin Yafits. Mereka terdiri dari
tiga golongan; bangsa Lithan berasal dari keturunan Lathin bin Yunan,
Bangsa Ighriq keturunan Ighriqis bin Yunan; bangsa Kaitami berasal dari
keturunan Katim bin Yunan, dan kepada kelompok Katim inilah bangsa
Romawi dinasabkan.
* Bangsa Zuwailah, penduduk Birqah pada zaman kuno dikatakan berasal dari keturunan Huwailah bin Kusy bin Ham.
* Bangsa Ya'juj dan Ma'juj berasal dari anak Manghugh bin Yafits.
* Bangsa Arab berasal dari anak Sam. Hal ini telah disepakati oleh para ahli nasab (geneologis).
* Bangsa Barbar, terdapat perbedaan pendapat tentang asal mereka apakah mereka berasal dari Arab atau dari yang lainnya.
Perbedaan Bahasa
Abu Hanifah ad-Dainuri
menyebutkan bahwa pada masa Raja Jamm pernah terjadi kerancuan bahasa di
Babylon. Sebab, keturunan Nabi Nuh banyak yang tinggal disana
danmemenuhi daerah tersebut. Awalnya, mereka semua berbahasa Suryani
atau bahasa Nabi Nuh. Namun, suatu hari lidah mereka kacau, dialek
mereka berubah, dan sebagian bercampur dengan bahasa yang lain.
Akhirnya, setiap kelompok berbicara dengan bahasa yang diikuti keturunan
mereka hingga saat ini.
Mereka kemudian meninggalkan
Babylon dan menyebar ke berbagai arah. Kelompok pertama yang
meninggalkan daerah Babylon adalah anak-anak Yafits bin Nuh. Mereka
tujuh bersaudara diantaranya at-Turk, Al-Khazr, Shaqlab, Taris, Minsak,
Kamari, dan Shin. Mereka lalu mengambil arah timur dan utara. Setelah
itu anak-anak Ham bin Nuh berangkat menyusul. Mereka juga tujuh
bersaudara diantaranya Sind, Hind, Zanj, Qibthi, Habsy, Nubah, dan
Kan'an. Mereka menuju arah antara selatan dan barat. Sementara itu anak
Sam bin Nuh tetap tinggal bersama sepupu mereka, Jamm-Raja Babylon,
dengan segala perubahan dan perbedaan bahasa mereka.
Perahu Nabi Nuh (Bahtera Nuh)
Dalam agama Islam, Nuh merupakan
salah satu dari lima nabi penting (Ulul Azmi). Ia diperintah untuk
mengingatkan kaumnya agar menyembah Allah yang saat itu menganut
paganisme dengan menyembah berhala-berhala Suwa', Yaghuts, Ya'uq, dan
Nashr. Dalam Al-Qur'an, Nuh diperintah selama 950 tahun.
Rujukan-rujukannya tentang Nuh dalam al-Qur'an bertebaran di seluruh
kitab. Surah dalam al-Qur'an yang cukup lengkap menceritakan kisah Nuh
adalah surah Hud dari ayat 27 hingga 51.
Berbeda dengan kisah-kisah
Yahudi, yang menggunakan istilah "kotak" atau "peti" untuk menggambarkan
Bahtera Nuh, surah Al-'Ankabut ayat 15 dalam al-Qur'an menyebutnya
as-Safinati, sebuah kapal biasa atau bahtera, dan dijelaskan lagi dalam
surah Al-Qamar ayat 13 sebagai "bahtera dari papan dan paku." Surah Hud
ayat 44 mengatakan bahwa kapal itu mendarat di Gunung Judi, yang dalam
tradisi merupakan sebuah bukit dekat kota Jazirah bin Umar di tepi timur
Sungai Tigris di provinsi Mosul, Irak. Abdul Hasan Ali bin al-Husayn
Masudi (meninggal 956) mengatakan bahwa tempat pendaratan bahtera itu
dapat dilihat pada masanya. Masudi juga mengatakan bahwa Bahtera itu
memulai perjalanannya di Kuffah di Irak tengah dan berlayar ke Mekkah,
dan di sana kapal itu mengitari Ka'bah, sebelum akhirnya mendarat di
Judi. Surah Hud ayat 41 mengatakan, "Dan Nuh berkata, 'Naiklah kamu
sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan
berlabuhnya.'" Tulisan Abdullah bin 'Umar al-Baidawi abad ke-13
menyatakan bahwa Nuh mengatakan, "Dengan Nama Allah!" ketika ia ingin
bahtera itu bergerak, dan kata yang sama ketika ia menginginkan bahtera
itu berhenti.
Banjir itu dikirim oleh Allah
sebagai jawaban atas doa Nuh bahwa generasinya yang jahat harus
dihancurkan, namun karena Nuh adalah yang benar, maka ia terus
menyebarkan peringatan itu, dan 70 orang penyembah berhala bertobat, dan
masuk ke dalam Bahtera bersamanya, sehingga keseluruhan manusia yang
ada di dalamnya adalah 78 orang (yaitu ke-70 orang ini ditambah 8 orang
anggota keluarga Nuh sendiri). Ke-70 orang ini tidak mempunyai
keturunan, dan seluruh umat manusia setelah air bah adalah keturunan
dari ketiga anak lelaki Nuh. Anak lelaki (atau cucu lelaki, menurut
beberapa sumber) yang keempat yang bernama Kana'an termasuk para
penyembah berhala, dan karenanya ikut tenggelam.
Baidawi memberikan ukuran
Bahtera itu yaitu panjang 300 hasta dan lebar 50 hasta, dan menjelaskan
bahwa pada mulanya di tingkat pertama dari tiga tingkat ini diletakkan
binatang-binatang liar dan yang sudah dijinakkan, pada tingkat kedua
ditempatkan manusia, dan yang ketiga burung-burung. Pada setiap lembar
papan terdapat nama seorang nabi. Tiga lembar papan yang hilang, yang
melambangkan tiga nabi, dibawa dari Mesir oleh Og, putera Anak,
satu-satunya raksasa yang diizinkan selamat dari banjir. Tubuh Adam
dibawa ke tengah untuk memisahkan laki-laki dari perempuan.
Nuh berada di Bahtera selama
lima atau enam bulan, dan pada akhirnya ia mengeluarkan seekor burung
gagak. Namun gagak itu berhenti untuk berpesta memakan daging-daging
bangkai, dan karena itu Nuh mengutuknya dan mengeluarkan burung merpati,
yang sejak dahulu kala telah dikenal sebagai sahabat manusia. Masudi
menulis bahwa Allah memerintahkan bumi untuk menyerap airnya, dan
bagian-bagian tertentu yang lambat menaati perintah ini memperoleh air
laut sebagai hukumannya dan karena itu menjadi kering dan tidak ada
kehidupan. Air yang tidak diserap bumi membentuk laut, sehingga air dari
banjir itu masih ada.
Nuh meninggalkan Bahtera pada
tanggal 10 Muharram, dan ia bersama keluarganya dan teman-temannya
membangun sebuah kota di kaki Gunung Judi yang dinamai Thamanin
("delapan puluh"), dari jumlah mereka.
Tinjauan sejarah terhadap zaman Nabi Nuh
Dari catatan sejarah disebutkan perjalanan sejarah kuno negeri Rafidin telah melintas dengan tiga zaman :
1. Zaman batu kuno. Seorang arkeolog yang bernama Svelli telah menemukan peninggalan-peninggalan zaman ini pada tahun 1954 M.
2. Zaman batu modern (peradaban
Jarmo). Bret Watt, seorang arkeolog pada tahun 1948 M telah menemukan
salah satu pusat terpenting dari zaman ini di desa Jarmo, yang terletak
di sebelah barat kota Sulaimaniyah. Para sejarawan telah mengetahui
sejarah pusat zaman ini sekitar tahun 6500 SM, yaitu masa-masa setelah
munculnya masyarakat-masyarakat perkampungan.
Pada zaman batu modern telah
muncul peradaban zaman Tel Hassunah, yang terletak di sebelah selatan
Mosul. Masa zaman ini sekitar tahun 5750 SM. Seorang arkeolog, Mallowan
pada tahun 1931 M telah menemukan beberapa sampel yang menggambarkan
peradaban Tel Hassunah di Niwana, dekat Mosul. Dan ditemukan pula
beberapa sampel lain dari peradaban ini di beberapa tempat di sebelah
utara Irak.
Dan di Tel Halaf, dekat daerah
Ra'sul Ain Syria, dimana sungai al-Khabur bersumber, seorang arkeolog
Jerman, Paron (Pone Ophneim) telah menemukan beberapa sampel yang
mencerminkan peradaban zaman batu modern ini.
3. Zaman tembaga batu di lembah
ar-Rafidin. Peradaban zaman ini tercermin di tiga tempat penting, yang
berurutan seperti berikut ini.
* Tel Abied, dekat kota Ur kuno,
sebelah selatan negeri ar-Rafidin, yang ditemukan oleh ekspedisi musium
Inggris, yang dipimpin Dr. Houl dan di bawah pengawasan Leonard Wooly
(seorang sejarawan). Di Ur ditemukan patung yang terbuat dari tanah yang
memiliki nilai-nilai keagamaan.
* Peradaban zaman Uruk (al-Wuraka'), yang ditemukan oleh ekspedisi Jerman.
* Peradaban zaman Jamdah Nashar.
Beberapa peninggalan zaman ini telah ditemukan oleh ilmuwan Linkdone
pada tahun 1920 M di Tel Shaghir, yang terletak di dekat kota Keisy kuno
yang disebut "Jumdah Nashar".
Di akhir zaman ini, seperti
telah disampaikan dalam buku-buku sejarah, telah terjadi topan besar
yang disertai banjir menerpa negeri Maa Bainan Nahrain (negeri yang
terletak di anatara dua sungai). Berbagai penggalian yang dilakukan di
Ur, Uruk, Keisy, dan Syurubak, menetapkan adanya kejadian banjir bandang
antara zaman Abied dan zaman Sulalat pertama. Banjir besar terjadi di
akhir zaman Jumdah Nashar. Seorang arkeolog, Wooly telah menemukan
lapisan lumpur yang cukup tebal di kota Ur dengan kedalaman dua setengah
meter. Wooly juga menemukan beberapa peninggalan tempat tinggal manusia
di atas lapisan-lapisan lumpur ini dan juga dibawahnya. Dari temuan itu
dia menyimpulkan bahwa lumpur ini dibawa oleh air sungai Tigris dan
Efrat.
Kisah angin topan yang
disebutkan dalam kitab suci beberapa zaman lebih dulu daripada topan
ini. Dengan menukil dari ilmuwan De Morghan, arkeolog Countonoe
menyimpulkan peristiwa itu pada zaman muthir yaitu zaman poliustussin
yang diikuti oleh zaman jalid di akhir putaran ke empat, dimana banyak
orang binasa. Lembar catatan yang ditemukan di perpustakaan Asyur
Baniba'al telah mengabadikan topan ini.
Nabi Nuh di dalam Al-Quran
Di dalam Al-Quran, nama Nuh as, disebutkan di 43 ayat dalam 28 surat.
Ringkasan Kisah Nabi Nuh
Nuh adalah nabi ketiga sesudah
Adam dan Idris. Beliau merupakan keturunan kesembilan dari Nabi Adam.
Ayahnya adalah Lamak bin Mutawasylah bin Idris. Nabi Nuh menerima wahyu
kenabian dari Allah dalam masa "fatrah" masa kekosongan di antara dua
nabi di mana biasanya manusia secara berangsur-angsur melupakan ajaran
agama yang dibawa oleh nabi yang meninggalkan mereka dan kembali syirik
serta meninggalkan amal kebajikan, melakukan kemungkaran dan
kemaksiatan.
Kaum Nabi Nuh tidak luput dari
proses tersebut, sehingga ketika Nabi Nuh datang di tengah-tengah
mereka, mereka sedang menyembah berhala. Yaitu patung-patung yang dibuat
oleh tangan-tangan mereka sendiri disembahnya sebagai Tuhan yang dapat
membawa kebaikan dan manfaat serta menolak segala kesengsaraan dan
kemalangan. Berhala-berhala yang dipertuhankan, menurut kepercayaan
mereka, mempunyai kekuatan ghaib. Berhala-berhala tersebut diberinya
nama-nama yang silih berganti menurut kehendak dan selera kebodohan
mereka. Nabi Nuh berdakwah kepada kaumnya yang sudah jauh tersesat oleh
iblis itu, mengajak mereka meninggalkan syirik (meninggalkan penyembahan
berhala) dan kembali kepada tauhid menyembah Allah, Tuhan sekalian
alam.
Akan tetapi walaupun Nabi Nuh
telah berusaha sekuat tenaganya berdakwah kepada kaumnya dengan segala
kebijaksanaan, kecakapan dan kesabaran dalam setiap kesempatan, siang
maupun malam dengan cara berbisik-bisik atau secara terang-terangan dan
terbuka, ternyata hanya sedikit sekali dari kaumnya yang dapat menerima
dakwahnya dan mengikuti ajakannya.
Nabi Nuh memimpin mereka keluar
dari jalan yang sesat dan gelap ke jalan yang benar dan terang, mengajar
mereka hukum-hukum syariat dan agama yang diwahyukan oleh Allah
kepadanya. Akan tetapi dalam waktu yang cukup lama (ratusan tahun), Nabi
Nuh tidak berhasil menyadarkan dan menarik kaumnya untuk mengikuti dan
menerima dakwahnya, bertauhid dan beribadat kepada Allah, kecuali
sekelompok kecil kaumnya. Harapan Nabi Nuh akan kesadaran kaumnya
ternyata makin hari makin berkurang. Pada saat itu Allah menyuruh Nabi
Nuh untuk tidak perlu lagi menghiraukan dan mempersoalkan kaumnya,
karena mereka itu akan menerima hukuman Allah dengan mati tenggelam. Dan
Allah memerintahkan nabi Nuh untuk membuat perahu yang besar.
Setelah menerima perintah Allah
untuk membuat sebuah perahu/kapal besar, segeralah Nabi Nuh mengumpulkan
para pengikutnya dan mulai mereka mengumpulkan bahan yang diperlukan
untuk maksud tersebut. Mereka dengan rajin dan tekun bekerja siang dan
malam menyelesaikan pembuatan kapal yang diperintahkan itu. Walaupun
Nabi Nuh telah menjauhi kota dan masyarakatnya, agar dapat bekerja
dengan tenang tanpa gangguan bagi menyelesaikan pembuatan kapalnya namun
ia tidak luput dari ejekan dan cemoohan kaumnya yang kebetulan atau
sengaja melalui tempat pembuatan kapal itu.
Setelah selesai pekerjaan
pembuatan kapal, Nabi Nuh menerima wahyu dari Allah, "Siap-siaplah
engkau dengan kapalmu, bila tiba perintah-Ku dan terlihat tanda-tanda
daripada-Ku maka segeralah angkut bersamamu di dalam kapalmu dan
kerabatmu dan bawalah dua pasang dari setiap jenis makhluk yang ada di
atas bumi dan belayarlah dengan izin-Ku."
Kemudian tercurahlah dari langit
dan memancur dari bumi, air yang deras dan dahsyat. Dan dalam waktu
yang cepat telah menjadi banjir besar melanda seluruh kota dan desa,
menggenangi daratan yang rendah maupun yang tinggi sampai mencapai
puncak bukit-bukit sehingga tiada tempat berlindung dari air bah yang
dahsyat itu kecuali kapal Nabi Nuh yang telah terisi penuh dengan para
orang mukmin dan pasangan makhluk yang diselamatkan oleh Nabi Nuh atas
perintah Allah. Dengan iringan "Bismillahi majraha wa mursaha",
belayarlah kapal Nabi Nuh dengan lajunya menyusuri lautan air, menentang
angin yang kadang kala lemah lembut dan kadang kala ganas dan ribut.
Tatkala Nabi Nuh berada di atas
geladak kapal memperhatikan cuaca dan melihat-lihat orang-orang kafir
dari kaumnya sedang bergelimpangan di atas permukaan air, tiba-tiba
terlihatlah olehnya tubuh putra sulungnya yang bernama Kan'aan. Pada
saat itu, tanpa disadari, timbullah rasa cinta dan kasih sayang seorang
ayah terhadap putra kandungnya yang berada dalam keadaan cemas
menghadapi maut ditelan gelombang. Nabi Nuh secara spontan, terdorong
oleh suara hati kecilnya berteriak dengan sekuat suaranya memanggil
puteranya. Kan'aan, yang sudah tersesat dan telah terkena racun rayuan
setan dan hasutan kaumnya yang sombong dan keras kepala itu menolak
dengan keras ajakan dan panggilan ayahnya. Akhirnya Kan'aan disambar
gelombang yang ganas dan lenyaplah ia dari pandangan mata ayahnya,
tergelincirlah ke bawah lautan air mengikut kawan-kawannya dan
pembesar-pembesar kaumnya yang durhaka itu.
Nabi Nuh bersedih hati dan
berdukacita atas kematian puteranya dalam keadaan tidak beriman kepada
Allah. Beliau berkeluh-kesah dan berseru kepada Allah. Kepadanya Allah
berfirman, "Wahai Nuh! Sesungguhnya dia puteramu itu tidaklah termasuk
keluargamu, karena ia telah menyimpang dari ajaranmu, melanggar
perintahmu menolak dakwahmu dan mengikuti jejak orang-orang yang kafir
daripada kaummu. Coretlah namanya dari daftar keluargamu. Hanya mereka
yang telah menerima dakwahmu mengikuti jalan mu dan beriman kepada-Ku
dapat engkau masukkan dan golongkan ke dalam barisan keluargamu yang
telah Aku janjikan perlindungannya dan terjamin keselamatan jiwanya.
Adapun orang-orang yang mengingkari risalah mu, mendustakan dakwahmu dan
telah mengikuti hawa nafsunya dan tuntutan Iblis, pastilah mereka akan
binasa menjalani hukuman yang telah Aku tentukan walau mereka berada
dipuncak gunung. Maka janganlah engkau sesekali menanyakan tentang
sesuatu yang engkau belum ketahui. Aku ingatkan janganlah engkau sampai
tergolong ke dalam golongan orang-orang yang bodoh."
Nabi Nuh segera sadar setelah
menerima teguran dari Allah, Ia sangat menyesali kelalaian dan
kealpaannya itu dan menghadap kepada Allah memohon ampun dan
maghfirahnya.
Setelah air bah itu mencapai
puncak keganasannya, habis binasalah kaum Nuh yang kafir dan zalim.
Sesuai dengan kehendak dan hukum Allah, surutlah lautan air diserap bumi
kemudian bertambatlah kapal Nuh di atas bukit "Judie".
Kaum Nuh tinggal di sebelah selatan Irak, yang sekarang terletak di kota Kufah.
Judi
adalah bukit yang berhadapan dengan semenanjung Ibnu Umar, yang
sekarang menjadi perbatasan Suria (Syria) - Turki, di tepian sebelah
timur sungai Tigris. Bukit Judi ini terlihat jelas dari daerah Ainu
Diwar, Syria.