Bisnis
selalu memegang peranan vital di dalam kehidupan sosial dan ekonomi
manusia sepanjang masa, sehingga kepentingan bisnis akan mempengaruhi
tingkah laku bagi semua tingkat individu, sosial, regional, nasional,
dan internasional.
Umat
Islam telah lama terlibat dalam dunia bisnis, yakni sejak empat belas
abad yang silam. Fenomena tersebut bukanlah suatu hal yang aneh, karena
Islam menganjurkan umatnya untuk melakukan kegiatan bisnis. Rasulullah Shallullahu Alaihi wa Sallam sendiri terlibat di dalam kegiatan bisnis selaku pedagang bersama istrinya Khadijah.
Al
Qur’an sebagai Kitab Suci Umat Islam bukan hanya mengatur masalah
ibadah yang bersifat ritual, tetapi juga memberikan petunjuk yang
sempurna (komprehensif) dan abadi (universal) bagi seluruh umat manusia.
Al Qur’an mengandung prinsip-prinsip dan petunjuk-petunjuk yang
fundamental untuk setiap permasalahan manusia, termasuk masalah-masalah
yang berhubungan dengan dunia bisnis
Seorang
ilmuwan dari Barat, C.C. Torrey dalam disertasinya yang berjudul “The
Commercial Theological Terms in the Koran” menyatakan bahwa Al Qur’an
menggunakan terminology bisnis sedemikian ekstensif. Ia menemukan 20
(dua puluh) macam terminology bisnis dalam Al Qur’an dan
diulang sebanyak 370 kali dalam berbagai ayat. Penggunaan terminology
bisnis yang sedemikian banyak itu, menunjukkan sebuah manifestasi adanya
spirit yang bersifat komersial dalam Al Qur’an.
Al
Qur’an mengatur kegiatan bisnis secara eksplisit dengan banyaknya
instruksi yang sangat detail tentang hal yang dibolehkan dan tidak
dibolehkan dalam menjalankan praktek bisnis. Para peneliti yang meneliti
tentang hal-hal yang ada dalam Al Qur’an mengakui bahwa praktek
perundang-undangan Al Qur’an selalu berhubungan dengan transaksi. Hal
ini menandakan bahwa betapa aktivitas bisnis itu sangat penting menurut
Al Qur’an.
Al Qur’an memandang bisnis sebagai pekerjaan yang menguntungkan dan menyenangkan. Kitab suci umat Islam ini dengan tandas
mendorong para pedagang untuk melakukan sebuah perjalanan yang jauh dan
melakukan bisnis dengan para penduduk di negeri asing. Hal itu berarti
bahwa perdagangan lintas batas atau globalisasi bukanlah sesuatu yang
aneh dalam Al Qur’an.
Di
samping penghormatannya terhadap bisnis, Al Qur’an juga seringkali
membicarakan makna kejujuran dan keadilan dalam perdagangan. Al Qur’an
sangat menghargai aktivitas bisnis yang selalu menekankan kejujuran
dalam hal bargaining sebagaimana yang diatur dalam Surah Al An’aam ayat
152, Surah Al Israa’ ayat 35, dan Surah Ar Rahmaan ayat 9.
Menurut
Al Qur’an, bisnis yang menguntungkan adalah bukan hanya dengan
melakukan ukuran yang benar dan timbangan yang tepat, tetapi juga dengan
menghindarkan segala bentuk dan
praktek kecurangan yang kotor dan korup sebagaimana yang diungkapkan
dalam Surah Al A’raaf ayat 85 dan Surah Al Israa’ ayat 35. Al Qur’an
menekankan bahwa sebuah bisnis yang kecil lewat jalan halal dan thayyib
(baik), jauh lebih baik daripada bisnis besar yang dilakukan dengan cara
yang haram dan khabits (jelek).
Perilaku
bisnis yang benar menurut Al Qur’an adalah menepati janji dan
kesepakatan, menjaga amanah dan janji, adil dan moderat dalam
berhubungan dengan sesama, memiliki pandangan masa depan yang tajam
untuk mengatur dan menyimpan sesuatu guna menghadapi masa-masa sulit,
serta selalu ingat Allah dengan membayar zakat dan menunaikan shalat.
Al
Qur’an mendeklarasikan bahwa kekayaan dan anak-anak adalah ujian
krusial untuk sebuah integritas manusia, sebab jika manusia mampu
berlaku baik saat mereka berada ditengah harta dan anak-anaknya, maka
dia juga akan mendapatkan pahala yang baik. Hal ini dianggap sebagai
sebuah perilaku baik sebagaimana yang tercantum dalam Surah At Taghaabun
ayat 15.
Berdasarkan
uraian di atas, dapat kita lihat, sikap Al Qur’an bukan saja
mengizinkan transaksi bisnis, tetapi juga mendorong dan memotivasi hal
tersebut. Namun untuk memberikan penjelasan yang lebih akurat dan jelas
untuk membedakan antara bisnis yang menguntungkan dan bisnis yang
menjerumuskan, perlu kiranya kita bahas lebih lanjut pada suatu
pembahasan khusus.
Al
Qur’an memandang kehidupan manusia sebagai sebuah proses yang
berkelanjutan. Dalam pandangan Al Qur’an, kehidupan manusia dimulai
sejak kelahiran dan tidak berhenti pada saat kematian. Hidup setelah
mati, adalah sebuah keimanan yang sangat vital dan esensial. Tanpa
keimanan pada hal yang sangat vital dan esensial, maka semua struktur
dari system keimanan Al Qur’an akan rusak dan berantakan.
Manusia
harus bekerja bukan hanya untuk meraih sukses di dunia, namun juga
kesuksesan di akhirat. Semua hasil pekerjaan seseorang akan mengalami
efek yang sedemikian besar pada diri seseorang, baik efek positif maupun
negatif. Seorang penganut agama Islam harus bertanggungjawab dan
memikul semua konsekuensi aksi dan transaksinya selama di dunia pada
saat nanti di akhirat, yang kemudian dikenal dengan Yaumil Hisaab (Hari
Perhitungan) dan Yaum al-Diin (hari Pembalasan).
Dengan
demikian, konsep Al Qur’an tentang bisnis dilihat dari seluruh aspek
perjalanan hidup manusia. Suatu bisnis tidak dianggap berhasil, jika
hanya membawa keuntungan pada waktu tertentu saja, dan kemudian
mengalami kebangkrutan atau kerugian yang diderita melampaui keuntungan
yang pernah dicapai. Bisnis akan dianggap berhasil dan menguntungkan,
jika apa yang didapat oleh seorang pelaku bisnis melebihi ongkos yang
dikeluarkan atau melampaui kerugian yang diderita serta mempunyai
manfaat bagi masyarakat dan lingkungan. Skala perhitungan semacam bisnis
ini akan ditentukan pula di hari akhir nanti.
Al
Qur’an memperingatkan dengan jelas bahwa seluruh aksi dan transaksi,
bahkan niat dan delibrasi dari setiap manusia, selalu disorot dan
dimonitor dengan cara yang akurat, karena Allah itu Maha Melihat, Maha
Mendengar, dan Maha Tahu terhadap semua yang dilakukan dan
ditransaksikan oleh manusia. Namun lebih daripada itu, banyak ayat-ayat
Al Qur’an mengatakan tentang adanya catatan dan buku amal yang dengan
teliti dan seksama telah dipersiapkan untuk diserahkan pada manusia pada
hari akhir nanti.
Al
Qur’an secara eksplisit menyatakan tentang pahala dan siksa yang akan
diterima manusia pada hari akhir nanti, berdasarkan perilaku manusia
selama di dunia. Akan tetapi, Al Qur’an tidak hanya mendeskripsikan
masalah baik dan buruk, namun juga tentang pahala bagi perilaku yang
baik dan siksa bagi perilaku yang jahat. Al Qur’an menyebutkan pahala
yang melimpah bagi perilaku-perilaku yang baik yang dituangkan pada 30
ayat, dan siksaan bagi tindakan yang jahat dan keji pada 34 ayat.
Dengan
pembahasan singkat di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa konsep Al
Qur’an tentang bisnis sangat komprehensif dan parameter yang digunakan
menyangkut urusan dunia dan akhirat. Bisnis yang sukses menurut Al
Qur’an adalah bisnis yang membawa keuntungan pada pelakunya dalam dua
fase kehidupan, yakni dunia dan akhirat, sehingga saat terjadi konflik
diantara keduanya, maka tindakan yang bijak sangat dibutuhkan, yakni
dengan meninggalkan keuntungan yang cepat namun fana, demi memperoleh
keuntungan yang abadi untuk di yaumil akhir nanti.